Revell 1/144 Typhoon Box |
Kelahiran Eurofighter Typhoon
Eurofighter Typhoon
lahir di Eropa pada masa perang dingin. Berbeda dengan Amerika yang berada
cukup jauh, negara-negara Eropa barat hanya terpisah oleh Fulda Gap dengan
Soviet. Serangan massif Soviet bisa datang dengan cepat, hampir tanpa
peringatan. Oleh karena itu negara-negara Eropa barat butuh pesawat tempur yang
bisa segera take off, cepat menanjak ke ketinggian operasional, menghadang
elemen udara ataupun menghabisi elemen darat musuh.
Membuat pesawat
seperti ini tidaklah mudah dan terutama tidak murah. Salah satu komponen biaya
terbesar adalah RnD. Biaya ini harus dikeluarkan di depan sebelum ada hasil
apapun. Selain itu biaya RnD ini akan didistribusikan ke setiap pesawat,
menempati porsi signifikan di unit cost. Semakin besar volume produksi, maka
komponen biaya RnD ini akan semakin kecil.
Keperluan yang
serupa membuat Inggris, Jerman Barat, Perancis, Italia, dan Spanyol bersatu
membuat pesawat tempur terbaru. Mereka menamakan pesawat ini dengan ECA
(European Combat Aircraft). Selain itu banyak negara yang terlibat berarti
banyak juga pesawat yang akan diproduksi. Biaya RnD yang besar bisa disebar ke
lebih banyak pesawat. Unit cost pesawat bisa ditekan tanpa mengorbankan
kualitas.
Kerjasama ini
tidak bertahan lama. Seiring waktu perbedaan requirement semakin tajam.
Perancis menginginkan pesawat ommnirole, dengan kemampuan air to air dan air to
ground yang sama bagusnya. Perancis juga ingin pesawat yang bisa dioperasikan
di kapal induk. Requirement ini berseberangan dengan negara-negara lain yang
menginginkan pesawat air superiority terbaik dengan kemampuan air to ground.
Kerjasama ini pun pecah di awal. Perancis melenggang sendiri dengan Rafale. Sedangkan
Inggris, Jerman, Italia, dan Spanyol bersatu membuat Eurofighter Typhoon.
Konfigurasi dan performansi
Disainer
negara-negara Eropa Barat pada waktu itu menilai konfigurasi delta-canard,
single tail fin, dan twin engine adalah yang terbaik untuk menghadapi serangan
mendadak Soviet. Konfigurasi ini tidak butuh landasan terlalu panjang untuk
take off. Selain itu manuverabilitas dan daya gotong senjata pun cukup oke. Typhoon
dan Rafale didisain dengan konfigurasi dasar ini.
Kebutuhan
spesifik yang berbeda menghasilkan disain yang berbeda pula. Jika Rafale
memakai close coupled canard, Typhoon sebaliknya. Canard pada Typhoon
ditempatkan jauh di depan sayap utama. Konfigurasi seperti ini punya tujuan
tersendiri yang sesuai dengan peran utama Typhoon sebagai pesawat air
superiority. Dengan konfigurasi ini Typhoon menjadi sangat lincah dengan pitch
authority sangat bagus. Penulis bukan pilot, apalagi pilot pesawat tempur, dan penulis
juga pesimis akan pernah merasakan menerbangkan Typhoon. Tapi dari video yang
di rilis bebas terlihat kelincahan istimewa pesawat ini. Selain itu anda bisa
mencoba menerbangkan Typhoon di beberapa game. Game favorit saya adalah Ace
Combat. Ace Combat mungkin bukan yang paling realistis, tapi sudah cukup untuk
menggambarkan secara kasar performa pesawat ini. Di game ini Typhoon termasuk
yang paling lincah, menggerakkan hidung pesawat pun sangat ringan dan mudah.
Menembak pesawat lain dengan kanon cukup mudah di pesawat ini.
Typhoon memang
sangat lincah, tapi pesawat ini bisa diterbangkan dengan aman. Saat pilot
mengalami disorientasi, tersedia sebuah tombol untuk auto recovery. Saat tombol
ini ditekan, Typhoon akan recover ke posisi moderate climbing yang aman secara
otomatis.
Kelincahan
Typhoon membuatnya sering beroperasi di gravitasi tinggi sampai 9G dengan
membawa beban (bahan bakar dan rudal) berat. Pola operasional seperti ini butuh
airframe yang kuat dan ringan. Typhoon menggunaan titanium untuk struktur yang
perlu kekuatan ekstra dan tahan panas, seperti tempat mesin di bagian belakang
fuselage. Titanium diolah dengan menggunakan metode super plastic forming.
Metode ini bisa menghasilkan bentuk kompleks dengan sambungan minimal.
Sambungan minim berarti kekuatan maksimum dengan bobot minimum. Carbon fiber
dan alumunium digunakan secara ekstensif di area lainnya. Uniknya penyatuan
komponen banyak menggunakan banyak lem khusus. Rivet hanya digunakan di area
tertentu saja. Hasilnya adalah struktur yang kuat dan ringan.
Aerodinamika
Typhoon yang bagus juga didukung oleh sepasang mesin yang kuat, EJ200. Dengan
mesin ini Typhoon bisa melakukan supercruise, terbang supersonic tanpa bantuan
afterburner. Afterburner memang memberikan daya dorong ekstra, umumnya
dibutuhkan pesawat lain untuk menembus kecepatan suara. Akan tetapi afterburner
membakar banyak bahan bakar dalam waktu singkat. Sehingga walaupun bisa
menembus kecepatan suara, pesawat lain tidak bisa mempertahankan kecepatan
supersonic cukup lama. Tanpa perlu afterburner, pilot Typhoon bisa dengan
fleksibel memasuki kecepatan supersonic. Kecepatan supersonic ini dibutuhkan
untuk peperangan air to air BVR (Beyond Visual Range). Semakin cepat pesawat
peluncur rudal, maka energi kinetik rudal BVR pun lebih tinggi. Energi kinetik
ini bisa ditranslasikan menjadi jarak lebih jauh atau manuverabilitas rudal
ekstra. Jadi semakin cepat pesawat peluncurnya, semakin tinggi peluang rudal
BVR mengenai targetnya.
Dengan
manuverabilitas bagus dan supercruise, Typhoon diharapkan bisa merajai
pertarungan udara WVR (Within Visual Range) ataupun BVR (Beyond Visual Range).
Situational awareness
Selain harus
memiliki performa yang bagus, untuk merajai pertempuran udara pesawat tempur
butuh situational awareness yang bagus pula. Typhoon mendapat banyak data untuk
situational awareness dari sensor internal, pod eksternal, ataupun dari
datalink.
Sensor internal utama
Typhoon sama seperti pesawat tempur lainnya, yaitu Radar. Typhoon versi awal
dilengkapi mechanically scanned radar CAPTOR-M. Radar ini masih menganut sistem
konvensional yaitu scanning dilakukan dengan mengarahkan fisik antenna. Radar
ini kemudian digantikan dengan Active Electronically Scanned Array (AESA)
CAPTOR-E. Cara kerja AESA yang lebih detail bisa anda lihat di artikel kami
tentang USS Cole disini. Sistem AESA tidak hanya mengandalkan sebuah antenna
radar tunggal, tapi mensinkronkan proses transmit/receive dari sejumlah besar
elemen antenna.
Radar AESA
memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan sistem mekanik konvensional.
Radar beam bisa diarahkan lebih cepat dan fleksibel (agile beam steering) secara
elektronik. Hasilnya radar ini bisa mendeteksi dan tracking lebih banyak
target. Selain itu radar AESA ini juga memiliki kemampuan LPI (Low Probability
of Intercept). LPI berarti emisi radar lebih sulit dideteksi lawan. Typhoon
bisa menggunakan radar aktif untuk mendeteksi lawan dengan kemungkinan kecil
lawan bisa tahu sedang di deteksi.
Radar AESA
biasanya dipasang mati ke rangka pesawat. Proses scanning bisa dilakukan dengan
cepat secara elektronik. Akan tetapi cara seperti ini hanya bisa mengcover area
120 derajat di depan. Pada CAPTOR-E, array AESA dipasang dalam sebuah gimbal,
sehingga bisa digerakkan untuk mengcover area 180 derajat di depan. Gimbal AESA
ini adalah sebuah prestasi engineering tersendiri. Jika sistem mekanik
konvensional hanya butuh kabel untuk satu antenna transmit/receive. AESA butuh
jalur untuk puluhan bahkan ratusan modul transmit receive. Semua jalur ini
harus bisa dilewatkan melalui gimbal yang harus bisa bertahan di manuver 9G
pesawat ini.
Di depan canopy
sebelah kiri ada sebuah “bola mata”. Bola mata ini adalah sistem PIRATE
(Passive IR Airborne Tracking Equipment). Nama PIRATE mungkin dipilih karena
bentuknya memang mirip mata bajak laut. PIRATE menyediakan alternatif lain yang
lebih aman bagi pilot untuk mendeteksi lawan. Sistem ini bersifat pasif mendeteksi
emisi IR lawan. Sehingga Typhoon bisa mendeteksi lawannya tanpa takut ketahuan.
Sistem ini juga bisa memberikan identifikasi yang lebih jelas dari radar di
jarak jauh. Sehingga pilot Typhoon bisa dengan yakin melepas rudal BVR dari
jarak jauh tanpa takut salah menembak kawan atau sipil.
Typhoon juga
dilengkapi sistem DASS (Defence Aid Sub System) untuk pertahanan diri. Sensor
sistem ini terdiri dari array MWS (Missile Warning System), RWR (Radar Warning
Receiver), dan LWR (Laser Warning Receiver). Ancaman yang terdereksi bisa
dinetralisir oleh ECM (Electronic Counter Measures), Chaff, Flare, ataupun
towed radar decoy.
Diluar semua
sensor internal diatas, Typhoon juga bisa menggotong berbagai sensor/targeting
pod di pylonnya. Link 16 juga tersedia untuk berbagi informasi target dengan
kawan.
Semua sistem
diatas menghasilkan data yang banyak. Data yang banyak ini memang diperlukan
untuk situational awareness yang baik. Akan tetapi terlalu banyak data bisa
mengalihkan konsentrasi pilot. Pilot bisa terlalu sibuk mengolah data tanpa
menyadari ancaman sebenarnya. Oleh karena itu Typhoon dilengkapi sistem AIS
(Attack Identification System). AIS akan menintergrasikan semua data tadi,
memberikan gambaran lengkap dan sederhana kapada pilot. Sehingga pilot bisa fokus
menghadapi ancaman sebenarnya.
RCS Reduction
Typhoon memang bukan
termasuk pesawat stealth, akan tetapi RCS pesawat ini lebih kecil dari
tampilannya. Intake funnel pesawat ini dibentuk sedemikian rupa untuk
menyembunyikan compressor blade, sumber RCS terbesar di area frontal. Selain
itu pesawat ini juga menggunakan material komposit secara ekstensif dan lapisan
RAM di titik strategis untuk mereduksi RCS. Posisi canard dan elevon pun
dikontrol otomatis untuk mereduksi RCS.
Kelincahan,
supercruise, sensor pasif, dan reduksi RCS membuat Typhoon masih punya gigi di
era pesawat stealth macam F22 Raptor. Diatas kertas Raptor memang memiliki
berbagai kelebihan dari Typhoon. Tapi dalam sebuah latihan, Typhoon pernah
mengalahkan Raptor.
Weapons
Typhoon dirancang
untuk merajai pertempuran udara dari BVR sampai WVR. Untuk peperangan BVR,
Typhoon dilengkapi dengan rudal AIM-120 AMRAAM dan MBDA Meteor. Target
dideteksi dengan radar CAPTOR dan jika diinginkan bisa diidentifikasi lebih
detail dengan PIRATE. Rudal BVR ini memang berukuran cukup besar, tapi empat
buah bisa dibawa secara semi recessed di bawah fuselage. Sistem semi recessed
ini bisa mereduksi drag dan RCS sewaktu membawa rudal BVR. Lebih banyak rudal
BVR juga bisa dibawa di beberapa pylon bawah sayap.
Target yang masuk
ke jarak dekat akan dihadang oleh rudal Sidewinder, ASRAAM, dan IRIS-T. Rudal
ini bisa diluncurkan secara off boresight dengan bantuan HMSS (Helmet Mounted
Symbology and Sight).
Untuk jarak lebih
dekat lagi tersedia sepucuk kanon Mauser BK27. Kanon ini dilengkapi 150 butir
peluru 27 mm yang bisa dimuntahkan 1700 rpm. Rate of fire maksimum kanon ini
memang masih dibawah Vulcan M61A1 20mm. Akan tetapi sistem gatling M61A1 perlu
waktu untuk mencapai rate of fire maksimumnya. Sedangkan BK27 bisa langsung
mencapai rate of fire maksimum, memuntahkan peluru 27mm yang lebih lethal. Efektifitas
kanon ini juga meningkat jauh karena kelincahan Typhoon.
Typhoon juga
mampu melaksanakan misi air to ground. Target yang dipertahankan dengan baik bisa
dihancurkan dari jarak jauh dengan rudal stand off macam Storm Shadow dan
Taurus. Serangan presisi bisa dilakukan dengan efisien menggunakan berbagai
varian LGB (Laser Guided Bomb). Target yang lebih kecil bisa dieliminasi dengan
rudal Brimstone. Dimensi rudal Brimstone ini mirip dengan Hellfire, cukup kecil
untuk bisa diangkut sekaligus tiga dalam satu pylon. Hulu ledak rudal ini cukup
kecil dan akurasi nya juga tinggi, sehingga bisa mereduksi collateral damage.
Jangkauan Typhoon
bisa diperbesar dengan bantuan drop tank di centerline dan under wing pylon.
Penggunaan CFT (Conformal Fuel Tank) juga sedang diuji untuk Typhoon.
Distributed production
Sebagai proyek
gabungan beberapa negara, proses produksi Typhoon cukup unik. Informasi lengkap
tentang proses produksi ini bisa ditonton di National Geographic –
Megafactories : Eurofighter Typhoon. Yang menariknya di video ini pembuatan
Typhoon bisa disamakan dengan pembuatan mokit. Empat bagian besar Typhoon
dirakit secara terpisah di Spanyol, Italia, Jerman, dan Inggris. Lalu keempat
bagian tersebut dikirim ke masing masing negara untuk final assembly. Hebatnya
keempat bagian itu bisa pas dengan presisi walaupun dirakit terpisah, tidak
perlu amplas dan dempul seperti mokit hehehe. Metode distributed production
seperti ini mampu membuka lapangan kerja yang merata di keempat negara. Typhoon
memang mahal, tapi uang tersebut dibelanjakan ke industri dalam negri juga,
membuka banyak lapangan kerja high tech di dalam negri. Jadi secara overall
sebenarnya Inggris, Jerman, Italia, dan Spanyol sangat diuntungkan oleh proyek
Typhoon ini.
Export customers
Selain digunakan
keempat negara tersebut, Typhoon juga diekspor ke negara lain. Austria, Saudi
Arabia, dan Oman termasuk pengguna pesawat ini.
Selain itu
Typhoon juga ditawarkan ke Indonesia. Konsorsium Eurofighter sampai memboyong
mock up Typhoon ke Bandung dan mengadakan beberapa seminar. Tidak hanya sebagai
pembeli, Indonesia pun ditawarkan untuk memproduksi conformal fuel tank untuk
pasar internasional dan juga merakit sendiri Typhoon yang dipesan. Ini adalah
peluang emas bagi negara kita. Investasinya memang sangat besar, tapi TNI AU bisa
dapat pesawat yang mumpuni. Dan terutama bisa membangkitkan industri
kedirgantaraan kita. Bisa menarik lagi banyak engineer aeronautik jenius kita
yang terpaksa bekerja di luar karena tidak adanya lapangan kerja di dalam
negri.
Revell 1/144 Typhoon.
Pabrikan mokit
biasanya lebih serius saat mereka membuat replika dari pesawat negara mereka
sendiri. Ada kebanggan tersendiri bagi mereka. Bagi yang pernah membuat Tamiya
1/72 Zero, Hasegawa 1/72 Mitsubishi F2, Tarangus 1/48 SAAB Viggen, dan Academy
1/48 T50 akan mengerti maksud saya. Revell adalah pabrikan mokit dari Jerman,
dan saya sangat puas sewaktu membuat 1/72 Eurofighter dan 1/144 TF-104G
Starfighter. Mari kita lihat apa yang Revell berikan di mokit yang termasuk
agak mahal di 1/144 ini.
Pertama kali
membuka kotak mokit ini dan melihat instruction sheet saya merasa tertipu. Saya
pernah membuat Revell 1/72 Typhoon, dan instruction sheet di mokit 1/144 ini
terlihat mirip sekali dengan versi 1/72 nya. Jangan jangan instruction sheet
mokit ini tertukar dengan 1/72. Setelah mempelajari lebih teliti lagi ternyata
benar ini untuk 1/144. Yang membuat shock adalah construction step yang sampai
24 tahap!!!!. Jauh lebih banyak dari mokit 1/144 bahkan 1/72 lainnya. Step yang
panjang ini memang dibutuhkan menangkap detail dari bentuk rumit Typhoon.
Part count mokit
ini cukup tinggi, di grup dalam lima sprue. Satu sprue khusus untuk load out
dan satu untuk transparent parts. Mokit ini sudah menganut aliran recessed
panel line. Panel line ini memang masih terlalu tebal, tapi termasuk sudah
bagus untuk mokit 1/144.
Revell 1/144 Typhoon Parts |
Revell 1/144 Typhoon parts 2 |
Detail kokpit
mokit ini cukup lengkap. Tersedia cockpit tub, control stick, instrument panel,
dan ejection seat. Detail ini memang sederhana tapi cukup lengkap. Selain itu
tersedia petunjuk pengecatan untuk menghasilkan replika kokpit yang cukup
akurat di 1/144. Detail ini ditutup oleh canopy yang jernih walaupun agak tebal.
Revell 1/144 Typhoon cockpit |
Detail di area
lain cukup memuaskan. Tersedia relief turbine blade di dalam nozzle. Landing
gear berukuran cukup tipis dan detail landing gear bay juga cukup lengkap.
Dengan mokit ini
anda bisa membuat Typhoon dalam konfigurasi air to air lengkap. Tersedia empat
buah rudal BVR AMRAAM dan Meteor. Sepasang Sidewinder dan IRIS-T juga tersedia
dalam bentuk cukup bagus. Seperti di box art nya, Revell juga menyediakan
sepasang drop tank. Yang membuat speechless adalah halaman terakhir instruction
sheet. Disini ternyata ada petunjuk pemasangan decal untuk semua rudal
diatas!!!!. Iya, decal untuk marking rudal, sesuatu yang hampir tidak pernah
ada di mokit 1/144 lain, bahkan di 1/72 pun hal ini termasuk langka. Masalahnya
ada di ukuran yang kecil dan bentuk yang rumit. Perlu teknik khusus dan decal
softener untuk memasang decal dengan benar di sini.
Revell 1/144 Typhoon weapons decal |
Revell
menyediakan dua opsi marking, untuk RAF dan Luftwaffe. Marking disini sangat
ekstensif untuk 1/72. Ehh lupa ini mokit 1/144. Tapi memang untuk 1/72 pun
marking sudah ekstensif, apalagi untuk 1/144. Karena ukuran decal yang kecil,
sebaiknya pastikan permukaan glossy dan gunakan decal softener yang sesuai
untuk menghindari silvering.
Revell 1/144 Typhoon decals |
Overall mokit ini
memang relatif mahal untuk 1/144. Part count tinggi, detail tajam, dan marking
ekstensif adalah potensi mokit ini. Modeler yang sudah berpengalaman bisa
mengoptimasi potensi mokit ini menjadi replika mungil tapi akurat dan detail.
Jika anda tertarik membuat mokit ini, silahkan kunjungi toko kami www.rumahmokit.com , terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar