Trumpeter 1/144 Rafale M box |
Dassault Rafale
Pada akhir 1970an, AL dan AU Perancis
menginginkan pesawat tempur baru. Kebetulan requirement mereka cukup mirip
sehingga satu airframe diharapkan bisa memenuhi requirement keduanya. Negara-negara
Eropa barat lainnya juga menginginkan pesawat tempur dengan requirement serupa.
Sehigga mereka memutuskan untuk bekerjasama membuat satu pesawat, ECA (European
Combat Aircraft).
Kerjasama ini tidak berumur
panjang. Perancis menginginkan pesawat omnirole dengan kemampuan beroperasi
dari kapal induk. Requirement ini beseberangan dengan negara lainnya yang
mengiginkan pesawat dengan peran utama air superiority, peran sekunder air to
ground, dan terutama negara lainnya tidak terlalu tertarik mengoperasikan ECA
dari kapal induk. Akhirnya pada awal 1980an kerjasama ini pecah. Jerman,
Inggris, Italia, dan Spanyol membuat pesawat air superiority kelas satu Eurofighter
Typhoon. Sementara Perancis melenggang sendiri dengan pesawat omnirole Rafale.
Rafale diharapkan bisa mengganti
atau komplemen peran tujuh jenis pesawat sekaligus. Rafale harus bisa
menjalankan misi air to air lebih baik dari Mirage 2000, misi air to ground
lebih baik dari Jaguar, beroperasi dari kapal induk lebih handal dari Crusader,
Etendard IV, dan Super Etendard. Dan terakhir Rafale juga diharapkan menutup
fungsi serang strategis (nuklir) milik Mirage IV. Hal ini menjadikan Rafale
tidak hanya multirole, tapi omnirole. Omnirole berarti Rafale mampu
melaksanakan beberapa jenis misi sekaligus dalam sekali terbang.
Requirement awal Rafale dan
Typhoon pada dasarnya sama, sehingga konfigurasi keduanya pun juga serupa.
Keduanya memakai konfigurasi delta-canard, single tail fin, dan dua mesin. Berbeda
dengan Eurofighter, disainer Dassault memakai konfigurasi close coupled canard.
Close coupled canard artinya posisi canard relative dekat dengan sayap utama.
Pada konfigurasi ini airflow dari canard berinteraksi erat dengan sayap utama. Konfigurasi
ini mengoptimasi manuverabilitas Rafale di AoA (Angle of Attack) tinggi dengan
beban berat dan bervariasi. Sehingga diharapkan Rafale masih mampu bermanuver
melawan fighter lain sambil tetap membawa persenjataan air to ground nya.
Sebuah fitur yang dibutuhkan oleh pesawat omnirole.
Canard dan single tail fin
sebenarnya menyumbang RCS(Radar Cross Section) cukup besar, membuat pesawat ini
lebih mudah dideteksi via radar. Untungnya Dassault punya senjata untuk
menangani hal ini, software disain 3D CATIA. Dengan CATIA proses disain menjadi
lebih cepat, akurat, dan terutama fleksibel. Fleksibilitas ini membuat para
Disainer Dassault bisa mengoptimasi bentuk Rafale untuk meminimalisasi RCS
sekaligus tetap mempertahankan performa aerodinamisnya. Dassault juga menyadari
bahwa disain full aspect stealth seperti F22 Raptor akan terlalu mahal.
Sehingga mereka mereduksi RCS untuk aspek tertentu saja yang benar-benar
dibutuhkan untuk menjalankan misi seperti frontal RCS. Hasilnya adalah pesawat
yang artistic dan fungsional. Selain itu Rafale punya beberapa resep lain untuk
menguindari deteksi seperti lapisan RAM (Radar Absorbent Material), sensor
pasif, jamming, dan kemampuan terbang sangat rendah secara otomatis.
Rafale ditenangai oleh
sepasang mesin turbofan SNECMA M88. SNECMA menerapkan beragam teknologi metalurgi
terbaru untuk memaksimalkan performa dan efisiensi mesin ini. Hasilnya mesin
ini mampu memberikan kapabilitas supercruise bagi Rafale. Supercruise artinya
Rafale mampu melaju supersonic tanpa perlu afterburner. Tanpa afterburner konsumsi
bahan bakar bisa dikurangi, sehingga kecepatan supersonic bisa dipertahankan
lebih lama. Supercruise ini diperlukan Rafale untuk melaksanakan misi serang
strategis yang biasa dilakoni Mirage IV.
Rafale dijejali dengan
berbagai sensor canggih. Pesawat ini menggunakan radar RBE2. Pada awalnya RBE2
di deploy dalam bentuk PESA(Passive Electronically Scanned Array). Sejak 2012
radar ini diganti menjadi konfigurasi AESA(Active Electronically Scanned
Array). Anda bisa membaca cara kerja radar P/AESA ini di artikel kami tentang USS Cole. Radar konvensional perlu menggerakkan fisik antenna secara mekanis
untuk scanning. Pergerakan mekanis ini punya kecepatan cukup rendah, sehingga
membatasi proses deteksi dan tracking multi target. Dengan P/AESA, fisik
antenna tidak perlu digerakkan. Radar beam bisa diarahkan dngean cepat dan
fleksibel secara elektronis. Sehingga performa deteksi dan tracking multi
target sistem ini menjadi sangat baik. RBE2 juga sudah compatible dengan rudal
BVR AAM terbaru Eropa, MBDA Meteor.
Selain radar, Rafale juga
dilengkapi dengan FSO(Front Sector Optronics). Sensor ini mendeteksi gelombang
optik (cahaya tampak dan Infra Red) yang diemisikan oleh target. Sistem ini
bersifat pasif, sehingga lawan tidak akan menyadari kalau sedang diintai oleh
Rafale. Selain itu sistem ini juga memungkinkan identifikasi pada jarak BVR. Pilot
Rafale bisa tahu persis target yang dihadapinya dari jauh sehingga bisa
menembakkan rudal BVR pada jarak aman tanpa takut salah menembak kawan atau
sipil.
RBE2 dan FSO bertugas untuk
mendeteksi target di depan. Ancaman yang datang dari sisi lainnya bisa dideteksi
dengan sistem SPECTRA. SPECTRA terdiri dari beberapa reciver radio dan optic.
Sistem ini bisa mendeteksi arah gelombang radar dan laser yang diarahkan ke
Rafale. Lalu sistem ini bisa mengestimasi jenis ancaman dengan threat library
yang dimilikinya. Setelah itu sistem bisa melakukan jamming, decoying, ataupun
menyarankan pilot untuk melakukan maneuver menghindar. Dengan SPECTRA Rafale
bisa melaksanakan misi penyerangan secara mandiri tanpa harus dikawal pesawat
SEAD. Selain untuk pertahanan diri, SPECTRA juga bisa dimanfaatkan untuk
mengestimasi posisi target di darat. Estimasi posisi ini bisa dilakukan tanpa
harus mengarahkan radar/FSO ke target. Cukup dengan terbang di sekitar target
dan semua posisi radar/laser aktif lawan pun terbaca.
Selain sensor internal,
Rafale juga bisa membawa pod sensor eksternal. Pod sensor eksternal ini bisa
digunakan untuk serangan presisi ataupun misi reconnaissance dan
surveillance.
Rafale juga terintergrasi
baik dengan net centric warfare. Rafale bisa membagi informasi dari sensornya
via datalink dengan pihak kawan. Begitu juga sebaliknya, Rafale juga bisa
memanfaatkan informasi dari sensor kawan. Dengan sistem ini, blind spot sensor
bisa diminimalisasi, situation awareness meningkat, dan komandan bisa mengambil
keputusan lebih baik dan cepat dari situasi peperangan yang dinamis.
Semua sensor diatas dan
manajemen internal pesawat sendiri menyediakan informasi yang banyak bagi
pilot. Informasi yang banyak ini memang diperlukan untuk situation awareness
yang baik. Tapi terlalu banyak informasi bisa menjadi bencana. Pilot bisa
terlalu sibuk memanage informasi yang masuk tanpa menyadari ancaman sebenarnya.
Menyadari hal ini, Dassault melengkapi Rafale dengan sistem data fusion. Data
fusion akan mengintegrasikan data dari sensor internal, pod eksternal, dan data
link. Data kemudian ditampilkan di kokpit dalam bentuk selengkap dan
sesederhana mungkin. Pilot bisa fokus ke misi sekaligus menghindari semua
ancaman yang datang.
Semua data tadi ditampilkan
dalam glass cockpit yang ergonomis. Tersedia sebuah wide angle HUD (Head Up
Display) untuk short term action. HUD ini dikomplemen dengan sebuah HDD (Head
Down Display) lebar untuk long term action. Bagusnya titik fokus HUD dan HDD di
set sama, sehingga mereduksi kelelahan mata pilot saat berpindah pindah fokus
antara HUD dan HDD.
Performance Rafale yang
tinggi juga bisa dimanfaatkan secara optimum oleh pilot dengan sistem kontrol
yang ergonomis. Kokpit Rafale sudah sesuai dengan standar HoTaS (Hands on Throttle
and Stick). Hampir semua operasi rutin dan krusial pesawat dapat dilakukan
tanpa perlu melepas tangan dari Throttle atau stick kontrol. Operasi lain yang
non kritikal bisa dilakukan dengan mudah via DVI (Direct Voice Input). Pilot
tinggal memberikan perintah langsung via suara. DVI dikomplemen dengan dua
touch screen berwarna untuk menajemen internal pesawat. Pilot Rafale dilengkapi
dengan sarung tangan khusus untuk mengoperasikan touch screen ini dengan mudah
dan akurat.
Pada 1989 tembok Berlin runtuh, Uni
Soviet bukan lagi ancaman besar bagi NATO. Tanpa musuh nyata, belanja
persenjataan pun bukan lagi prioritas utama. Rafale juga termasuk salah satu
sistem senjata yang terkena impak ini. Budget untuk Rafale dipotong, jumlah
pesawat yang akan dibeli oleh pemerintah Perancis pun dikurangi. Pembelian
berkurang berarti biaya RnD dibebankan ke lebih sedikit pesawat, artinya unit
cost Rafale pun melonjak. Untungnya dengan determinasi dan manajemen yang baik,
Pemerintah Perancis bersama Dassault berhasil mensukseskan proyek Rafale ini. Ini
adalah pelajaran bagus yang perlu dicontoh negara kita. Memang benar bahwa
Rafale pesawat berharga mahal. Memang benar bahwa harga mahal itu perlu dibayar
dari uang rakyat. Tapi harga itu dibayarkan ke Dassault beserta banyak
subkontraktornya yang hampir semuanya milik Perancis. Uang rakyat dibelanjakan
pemerintah ke rakyat juga. Devisa negara terjaga, industri high tech dalam
negri hidup, lapangan kerja untuk rakyat tersedia. Belum lagi industri high
tech seperti pesawat bisa menelurkan banyak inovasi teknologi yang applicable
di bidang lain.
Rafale di rilis dalam empat
varian. Yang pertama adalah Rafale A, versi ini adalah prototype, bukan pesawat
operasional. Versi A sudah memenuhi requirement basic, bahkan mampu take off
ataupun landing di kapal induk. Setelah itu ada versi operasional single seater
milik angkatan udara, Rafale C (Chasseur). Versi operasional ini bentuknya
sedikit berbeda dari Rafale A, terutama ukuran yang sedikit diperkecil untuk
mereduksi RCS. Misi penyerangan dirasa terlalu berat bagi seorang pilot,
sehingga ada versi Rafale B (Biplace) dengan dua seat. Yang terakhir ada Rafale
M untuk angakatan laut.
Fisik Rafale M hampir sama
dengan Rafale C. Tapi lingkungan operasi di kapal induk perlu modifikasi
khusus. Landing gear Rafale M lebih kuat untuk take off dan landing kasar di
kapal induk. Tersedia juga arresting hook untuk membantu pendaratan di kapal
induk. Arresting hook ini menempati tempat satu pylon di body Rafale. Sehingga
Rafale M hanya punya 13 pylon dibandingkan dengan 14 pylon milik Rafale C.
Selain itu rangka Rafale M juga dilengkapi dengan corrosion protection agar
bisa punya umur cukup panjang menghadapi udara laut yang korosif. Berbeda
dengan pesawat kapal induk lain, Rafale M tidak dilengkapi dengan wing fold.
Untungnya ukuran Rafale M masih cukup kecil untuk dibawa dalam jumlah cukup
oleh kapal induk Perancis. Selain itu Rafale M juga kompatibel dengan sistem di
kapal induk AS. Pesawat ini sudah terbukti bisa dioperasikan dengan baik dari
kapal induk AS.
Rafale M di deliver dalam
tiga fase. Fase awal adalah F1 dengan kemampuan basic air to air. Lalu disusul
F2 dengan tambahan kemampuan air to ground. Terakhir F3 dengan kemampuan
ommnirole sepenuhnya dan dilengkapi juga dengan kemampuan meluncurkan senjata
nuklir.
Untuk misi air to air Rafale
bisa dilengkapi dengan rudal jarak pendek Matra MAGIC 2. Rudal ini memang sudah
berumur tapi juga sudah proven. Rafale juga bisa dilengkapi rudal MICA yang
lebih modern. MICA bisa digunakan untuk jarak dekat dan menengah, menggantikan
peran rudal MAGIC dan SUPER sekaligus. MICA tersedia dalam dua varian, IR
(infrared) dan EM (electromagnetic). MICA IR mengandalkan sensor pasif, lawan
tidak akan tahu kalau sedang diincar oleh rudal ini. Varian EM mengandalkan
sensor radar aktif, mirip dengan AIM 120 AMRAAM. Kedua varian ini dilengkapi
dengan mekanisme ECCM sendiri untuk memproteksi dari jamming lawan.
MICA juga bisa diluncurkan
dengan mode Lock on After Launch. Rudal ini bisa diluncurkan ke koordinat tertentu
tanpa perlu lock on. Setelah sampai di koordinat tersebut, sensor rudal akan
bekerja mandiri untuk mencari sasaran. Koordinat perkiraan posisi sasaran ini
bisa didapat dari sensor aktif, pasif, ataupun dari datalink. Hal ini pernah
didemonstrasikan dengan sebuah Rafale menembak target drone di belakang dengan
menggunakan rudal MICA. Informasi posisi target drone didapat dari Rafale lain
via data link.
Radar RBE2 juga sudah
kompatibel dengan sistem rudal BVR METEOR.
Sebagai pesawat omnirole,
Rafale juga bisa membawa persenjataan air to ground. Salah satu persenjataan
presisi yang bisa dibawa adalah AASM HAMMER. AASM HAMMER ini mirip dengan GBU
series milik Amerika. Bom ini berpemandu laser, GPS, dan INS. Selain itu bom
ini cukup pintar untuk mencari trayektori optimum untuk jangkauan maksimal
ataupun serangan yang nyaris vertical. Serangan vertical berarti memfokuskan
daya ledak bom di area terlemah armor lawan. Versi akhir bom ini bahkan bisa
mengincar target bergerak. Rafale dapat membawa tiga bom ini dalam satu pylon
menggunakan Triple Ejector Rack. Selain itu Rafale juga bisa membawa rudal
standoff SCALP, anti kapal AM39 Exocet, dan juga rudal nuklir ASMP-A.
Semua persenjataan ini
kemudian dilengkapi dengan sepucuk kanon internal DEFA 30mm. Rate of fire kanon
ini memang dibawah kanon Vulcan 20mm milik Amerika. Tapi kanon Vulcan butuh
waktu untuk mencapat rate of fire maksimumnya, sedangkan DEFA 30mm bisa langsung
memuntahkan peluru 30mm yang lebih lethal.
Jika jarak lebih jauh
diharapkan, Rafale bisa membawa drop tank 1250 atau 2000 liter di beberapa wet
pylon nya. Jika masih kurang, refueling probe bisa dipasang di hidung Rafale.
Baru-baru ini, Rafale
ditawarkan ke Indonesia .
Tidak tanggung tanggung, Dassault memboyong sepasang Rafale ke lanud Halim
Perdanakusuma. Rafale mengadakan demo terbang yang impresif di langit Halim.
Beberapa petinggi TNI AU pun diajak terbang di kokpit Rafale. Mereka kagum
dengan performa, kapabilitas sensor, dan kenyamanan kokpit pesawat ini.
Trumpeter 1/144 Rafale M
Ini adalah salah satu mokit
new molding dari Trumpeter. Kit ini dibungkus dalam kotak yang tebal khas
Trumpeter. Selain itu box art mokit ini juga bagus, sesuai standar Trumpeter
yang baru.
Trumpeter juga mem-package mokit
ini dengan baik. Setiap Sprue diberi kantung plastik sendiri agar terhindar
dari cacat akibat gesekan antar sprue. Bagian yang sensitive seperti
transparent parts bahkan dilindungi oleh foam.
Trumpeter 1/144 Rafale M Parts |
Mokit ini sudah menganut
aliran recessed panel line sehingga proses perakitan bisa lebih mudah. Parts
breakdown mokit ini juga baik, seperti saudara besarnnya Hobbyboss 1/72 Rafale
B. Fuselage dibagi dua bagian atas dan bawah. Fuselage atas digabung dengan
sayap beserta wing tip launcher nya. Dengan breakdown seperti ini tidak ada
seam di sisi atas fuselage, hanya perlu hati-hati menyambung bagian bawahnya.
Cockpit dan nozzle di mokit
ini juga cukup detail. Tersedia raised relief di side panel cockpit tub.
Ejection seat juga tersedia dalam satu part tersendiri. Detail turbine blade
tersedia di bagian dalam nozzle. Semua detail ini akan terlihat bagus setelah
pengecatan.
Trumpeter 1/144 Rafale M parts 2 |
Trumpeter 1/144 Rafale M rudal MAGIC dan MICA IR |
Dengan mokit ini anda bisa
membuat Rafale dalam konfigurasi air to air lengkap. Tersedia dua buah Matra
Magic untuk wingtip launcher. Juga tersedia dua buah MICA IR dan 4 MICA EM
untuk melengkapi pylon wingtip, sayap, dan sisi fuselage. Molding rudal MICA
cukup tajam, fin sudah cukup tipis. Detail nose cone rudal ini juga cukup
akurat. Nose cone MICA IR berbentuk setengagh lingkaran dan MICA EM berbentuk
tajam. Centerline dan wing inboard pylon bisa dilengkapi dengan drop tank
ukuran 1250 dan 2000 liter.
Trumpeter 1/144 Rafale M Decal |
Trumpeter juga menyediakan
marking AL Perancis yang termasuk cukup lengkap untuk skala 1/144.
Overall mokit ini memang
agak mahal untuk skala 1/144. Tapi dengan harga tadi and bisa dapat kualitas
part yang bagus, detail komponen yang tajam, dan decal yang lengkap untuk salah
satu fighter paling cantik yang operasional saat ini.
Jika anda berminat membuat mokit ini, silahkan kunjungi toko kami www.rumahmokit.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar